Lebaran Betawi Sebulan Lamanya

Nurul Falah- Rusun Petamburan. Sepekan libur Idul Fitri dirasakan oleh rakyat Indonesia. Terlebih hal ini patut di syukuri oleh masyarakat muslim di negara tercinta ini. Sehingga mereka mempunyai kesempatan untuk menjenguk orang tua dan sanak famili di daerah asalnya. Tradisi ini berlangsung sedari dahulu sampai sekarang, tradisi mudik dari tahun ke tahun mulai dari menjelang bulan syawal hingga 7 syawal. Melalui tradisi mudik tersebut mereka pun bisa berbagi rezeki dengan keponakan dan keluarga di tanah kelahiran.
Mulai dari dua hari sebelum Idul Fitri sampai tujuh Syawal, Jakarta hanya dihuni oleh masyarakat inti. Masyarakat tersebut antara orang-orang Betawi pada umumnya dan orang-orang yang mungkin belum mendapat kesempatan untuk kembali ke daerah kelahirannya. Di situlah kota metropolitan tersebut serasa kembali di tahun 1960-an. Tidak ada kemacetan, sedikit polusi, dan ketenangan yang di rasakan oleh masyarakat tersebut. Sehingga ada yang mengatakan, “Seandainya Jakarta seperti ini, ngimpi kali yeeee.”
Namun bukan berarti Jakarta sepi bukan tidak ada aktivitas di dalamnya. Bahkan tradisi Betawi dikenal lebarannya itu sebulan lamanya. Hal itu disebabkan puasa Ramadhan itu dilaksanakan sebulan penuh. Tradisi ngiter nyambangin keluarga, sanak famili, dan para guru ngaji itu juga berlangsung sedari dahulu di tanah si pitung tersebut. Bagi masyarakat Betawi yang masih punya orang tua hari pertama wajib untuk datang meminta maaf kepada keduanya. Atau paling tidak bagi mereka yang telah ditinggalkannya, ziarah ke makamnya.
Setelah masyarakat Betawi datang ke orang tua, tentu kegiatan berikutnya mendatangi kakak atau adik kandungnya. Biasanya orang-orang Betawi dulu repot ketika rumah mereka akan didatangi oleh sanak famili. Mereka menyiapkan dodol, kolang-kaling, dan berbagai kue kering sebagai makanan kecil untuk dimakan oleh tetamu dari kalangan keluarga. Terlebih mereka juga terkadang menyiapkan makanan berat disediakan juga. Makanan berat tersebut tidak lain yaitu ketupat, sayur godok, opor ayam, semur kambing atau sapi, serta rendang. Minum yang biasa disajikan yaitu sirup jeruk atau dengan kata lain orson.
Ketika masyarakat Betawi sudah selesai menyambangi rumah sanak famili mereka, maka berikutnya ke rumah ulama. Mereka menganggap ulama itu mempunyai peran dalam kehidupan mereka. Walaupun gemerlap dan kesibukan masyarakat Jakarta, pasti orang Betawi menyempatkan diri untuk hadir taklim sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan. Sebab asupan rohani itu akan memberikan kesadaran untuk mereka berhati-hati dalam berbuat dan bertindak. Maka boleh dikatakan bahwa jangan ngaku jadi orang Betawi kalau nggak ngaji sama ulama.
Orang-orang Betawi yang datang ke rumah para kyai, habaib, atau asatidz, pasti mereka bawa tentengan. Entah itu parcel atau ngepelin amplop kepada para guru. Apalagi orang-orang Betawi yang sukses terkadang mereka bawaain hadiah guru sarung BHS atau batu mulia yang diiket sama cincin. Tradisi itu jangan disalahkan. Mereka membawa hadiah tersebut sebagai tanda terima kasih atas bimbingan ulama selama berguru dan mengaji.
Biasanya masyarakat Betawi yang datang ke rumah ulama di bulan Syawal, mereka membawa anak, cucu, ponakan sampai tetangga untuk ngalap berkah. Sebelum mereka pulang biasanya minta didoakan untuk lancar, semangat bekerja serta berkah di dalam kehidupannya. Tak jarang terlihat ketika anak-anak mereka ditempelkan tangan para a’lim tersebut di kepala, supaya kelak menjadi anak yang cerdas dan berbakti kepada orang tua serta nusa dan bangsa.