Biografi Sang Presiden Subuh Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf
Masjid Nurul Falah-Rusun Petamburan Perjalanan dakwahnya diiringi sikap jabar khatir. Apa itu jabar khatir? Sikap dimana mau menyenangkan dan menggembirakan orang lain. Sehingga, dimana tempat yang mengundang beliau pasti ia datangi tanpa memilah dan memilih antara si kaya dan si miskin. Apalagi jika muridnya yang mengundang maka ia mendahulukan dari undangan-undangan lainnya. Oleh karena itu ia juga dijuluki da’i ilawlah, karena mengajak ke jalan Allah dengan cara-cara Nabi Muhammad.
Kisah dakwah Sayyidil Walid menjadi inspirasi bagi da’i-da’i muda. Pasalnya, beliau lakukan tanpa keluh kesah dan tanpa pamrih. Mulai dari berjalan kaki dari Menteng ke tempat berdakwahnya, naik motor vespa, hingga masuk ke pelosok-pelosok daerah-daerah seperti Banten dan sekitarnya. Pernah pula beliau berkata kepada salah seorang muridnya, “Dulu walidi (Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf) dalam berdakwah tidak pernah melontarkan kata kamu kepada jamaah yang hadir. Kemudian kenapa dakwah walidi mudah diterima oleh masyarakat pada umumnya? Karena apa yang walidi katakan sudah lebih dahulu beliau kerjakan.”
Dakwah Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf dijalani lintas status dan kalangan. Kata-kata yang beliau gunakan dalam berdakwah tidak lepas dari apa-apa yang diperlukan audiens yang hadir. Isi dakwahnya yang disampaikan sarat akan ilmu dan mengena di hati. Tapi tak jarang juga penyampaiannya dibumbui oleh guyonan. Sampai-sampai ada preman yang insyaf karena ceramahnya.
Jasa Sayyidil walid begitu besar dalam memperkenalkan da’i-da’i muda ke ranah publik. Sebab para pendakwah muda yang akan meneruskan para pendahulu mereka dalam menyiarkan agama Islam. Seperti contoh, Habib Hud bin Bagir Alatas, sepeninggal ayahandanya (Habib Bagir Alatas), beliau diajak berdakwah Sayyidil Walid sekaligus diperkenalkan ke murid-murid Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdulqadir Assegaf. Habib Ahmad Fahmi bin Abubakar Alaydrus dikenal oleh masyarakat luas juga melalui wasilah Sayyidil Walid. Bahkan Habib Fahmi sempat menginap di rumah Sayyidil Walid untuk bertabaruk, mengambil berkah dan sanad darinya.
Da’i lain yang diperkenalkan Sayyidil Walid ke masyarakat yaitu Habib Umar bin Ahmad al-Hamid. Bahkan Sayyidil Walid pernah memberikan kepercayaan kepadanya (Habib Umar) untuk menggantikannya mengajar di beberapa majelis taklim yang beliau (Sayyidil Walid) bina. Selain itu, Dr. Ahmad bin Abdullah Alkaff juga merintis jalan dakwahnya dengan ikut kepada Sayyidil Walid.
Maulid Nabi, salah satu syiar dakwah yang sangat penting di mata Sayyidil Walid. Sebab acara tersebut mengekspresikan kegembiraan dan kebahagiaan dengan lahirnya Nabi Muhammad SAW. Sayyidil Walid menyelenggarakan acara maulid pertama kali di Jalan Surabaya, Menteng pada tahun 1975. Kala itu Maulid diselenggarakan hari Ahad minggu terakhir pada pukul 11 siang. Hal tersebut disebabkan menghormati Majelis Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang. Sehingga para jamaah yang hadir kebanyakan setelah mengikuti pengajian di Majelis Kwitang.
Namun, pada tahun 1993, Sayyidil Walid melaksanakan acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Tebet Utara. Saat itu acara diselenggarakan pada hari Jumat minggu keempat pada waktu Subuh. Acara itu bertepatan dengan peresmian rumah baru dan majelis taklimnya. Perayaan hari lahir Rasul yang Sayyidil Walid selenggarakan itu sarat makna. Sebab Sayidil Walid mengadakannya tetap menjaga hubungan baik dengan Majelis Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi. Majelis Kwitang mengadakan acara Maulid Nabi pada Kamis petang pada Minggu terakhir sedangkan Sayyidil Walid rutin mengadakan acara tersebut pada Jumat Subuh di minggu terakhir pula pada bulan Rabiul Awal.
Presiden Subuh, julukan lain dari Habib Ali. Sebab ia pencetus dan pelopor dari gerakan shalat subuh berjamaah di Jakarta. Sebagaimana Rasul bersabda, “Barangsiapa yang shalat subuh secara berjamaah maka seolah-olah ia shalat semalam suntuk”. Rasul juga bersabda, “Seorang muslim yang shalat subuh berjamaah di masjid, setelah itu ia berzikir kepada Allah sampai datang waktu israq, maka sesungguhnya ia mendapatkan pahala haji dan umroh yang sempurna.”
Gerakan Shalat Subuh Berjamaah pertama kali diresmikan Habib Ali dan BJ. Habibie pada tahun 1998 di Masjid Istiqlal, Jakarta. Pada masa itu merupakan masa transisi pemerintahan BJ. Habibie di Indonesia. Kala itu shalat subuh berjamaah diikuti oleh Presiden BJ Habibie, para pejabat lainnya serta berbagai elemen masyarakat. Selepas acara tersebut, masing-masing kecamatan di DKI Jakarta membentuk koordinator sholat subuh gabungan.
Perlu diketahui pula, rutinitas tahunan Habib Ali yaitu mengajak jamaah dan para pecintanya untuk melakukan ziarah qubro ke maqam wali-wali Allah di Jabodetabek. Maqam-maqam tersebut diantaranya Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang), Habib Husein bin Abubakar Alaydrus (Luar Batang), Habib Muhammad bin Umar al-Qudsi, Habib Ali bin Abdurrahman Ba’alawi, Habib Abdurrahman bin Alwi As-Syatiri (Kampung Bandan), Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad (Tanjung Priok), Habib Abdullah bin Muhsin Al-Atthas, Habib Alwi bin Muhammad bin Thohir Al-Haddad (Empang Bogor), Sayyidil Walid Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf (Lalongok). Beliau melakukan bersama mereka biasanya di bulan Sya’ban. Rutinitas tersebut dilakukan dalam rangka menyambung silaturahmi dengan wali-wali Allah dan bertawasul memohon keselamatan selama menjalani puasa dan ibadah di bulan Ramadhan.
Kini Sang Presiden Subuh, Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf telah berpulang ke Rahmatullah. Kepergiaannya ditangisi oleh murid-muridnya, jamaahnya, dan para pecintanya. Namun sebelum kepergiannya, beliau meninggalkan pesan-pesan yang amat berharga untuk umat Islam di Indonesia. “Suatu saat saya tidak ada, saudara….. saya wasiatkan jangan tinggalkan majelis taklim, saudara akan kembali kepada Allah. Saya lebih dahulu atau saudara yang lebih dahulu, yang pasti kita akan kembali semuanya, Innalillahi wa innailahi raji’un.”
Sayyid Yusuf Aidid
Dosen – Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ